Naradaily-Politikus dan budayawan Soegeng Rahardjo Djarot atau Erros Djarot merilis dua buku terbarunya berjudul “Autobiografi Erros Djarot Jilid 1” dan “Erros Djarot Apa Kata Sahabat”. Ia menegaskan bahwa nilai kejujuran, konsistensi, dan integritas menjadi pesan utama dalam karya tersebut, dengan harapan pembaca dapat memetik pelajaran hidup yang diabadikannya.
“Kejujuran, konsistensi itu penting dan integritas itu harus dipertahankan sampai kapanpun. Bisa banyak bertukar pikiran aja di sini, pengalaman yang tidak dilalui dari generasi yang akan datang mungkin bisa belajar dari apa yang sudah dilalui oleh yang dulu-dulu,” kata Erros Djarot beberapa waktu lalu.
Buku autobiografi yang ditulis Erros merupakan kisah nyata yang memenuhi seluruh unsur sastra, mulai dari tokoh, alur cerita, dialog, plot, imajinasi, gagasan, perenungan, konflik hingga konfirmasi dan kroscek data. Karya itu pun dikategorikan sebagai sastra nonfiksi. Pada kesempatan tersebut, peluncuran buku dilengkapi dengan pemberian penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) untuk kategori “Buku Autobiografi Pertama yang Ditulis dengan Kaidah Sastra” yang diserahkan oleh Jaya Suprana.
“Saya tulis buku autobiografi ini melalui renungan di ruang kontemplasi berhari-hari, hingga saya putuskan untuk mulai menulis dengan berpegang pada pijakan moral, tulis sejujurnya, walau tak sedap untuk dibaca oleh sejumlah pihak,” ucapnya.
Dalam buku tersebut, Erros membuka kisah perjalanan hidupnya sejak usia 9 tahun sebagai anak broken home, menjadi aktivis sejak SMP, hingga perjalanannya bermusik sejak SMA. Ia juga mengisahkan proses kreatif dalam lagu “Bisikku” bersama Barong’s Band yang menjadi soundtrack film “Kawin Lari”, dan mengantarkannya meraih Piala Citra pertamanya sebagai music director di usia 25 tahun.
Karya monumental lainnya yang turut dibahas adalah proses terciptanya lagu-lagu dalam album legendaris “Badai Pasti Berlalu”, seperti “Merpati Putih”, “Pelangi”, hingga “Badai Pasti Berlalu” bersama Debby Nasution, Chrisye, dan Yockie Suryo Prayogo. Album itu menjadi bagian penting yang kemudian berlanjut pada raihan Piala Citra keduanya sebagai music director untuk film “Badai Pasti Berlalu”.
Erros juga menceritakan fase dirinya sebagai sutradara, salah satunya melalui film “Tjoet Nja’ Dhien” yang meraih delapan Piala Citra pada FFI 1988. Tiga di antaranya diraih Erros sebagai sutradara, penulis skenario, dan penulis cerita asli terbaik. Film tersebut juga menjadi film Indonesia pertama yang diputar di Cannes Film Festival pada 1989.
Adapun buku kedua, “Erros Djarot Apa Kata Sahabat”, berisi kesaksian 72 sahabat yang mengonfirmasi isi autobiografinya. Beberapa tokoh yang turut menulis antara lain Guntur Soekarnoputra, Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Mahfud M.D., Laksamana Sukardi, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Muhaimin Iskandar, Yenny Wahid, hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
“Buku ini diawali dengan seluruh teman-teman dengan beda agama, beda politik tapi bersatu, mudah-mudahan itu pertanda yang baik, semoga lahirnya buku ini bisa menyatukan,” ujar Erros. (kom)