Naradaily-Insiden bangunan ponpes di Situbondo ambruk mendorong Kementerian PU melakukan audit. Peristiwa ambruknya bangunan pondok pesantren (ponpes) kembali terjadi di Ponpes Salafiah Syafi’iyah Syekh Abdul Qodir Jaelani, Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Rabu (29/10/2025) menambah Panjang deretan insiden ponpes ambruk, setelah peristiwa nahas Ponpes Al-Khoziny.

Ambruknya bangunan putri Ponpes Syafi’iyah Syekh Abdul Qodir Jaelani menewaskan satu santriwati dan melukai 11 orang lainnya. Merespons hal tersebut, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti mengatakan pihaknya akan mempercepat proses audit kualitas bangunan pesantren yang tersebar di Indonesia.

Hal itu sesuai rencana yang sebelumnya telah dikoordinasikan dengan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. “Kementerian PU akan melakukan audit terhadap ponpes-ponpes yang saat ini sedang dibangun, terutama yang mengalami keruntuhan. Teman-teman pegawai PU sudah disebarkan ke lokasi-lokasi ponpes,” ujar Diana, dikutip Jumat (31/10/2025).

Dia juga menjelaskan, para pegawai PU disebar untuk melakukan pengecekan konstruksi bangunan sekaligus identifikasi penyebab ambruknya bangunan ponpes. “Ada 80 pondok pesantren yang dilakukan identifikasi oleh teman-teman dari Cipta Karya. Itu informasi yang saya dapatkan sejauh ini,” imbuhnya.

Selain itu, Diana menegaskan pihaknya tidak bisa langsung melakukan perbaikan pada ponpes yang ambruk. Pemda terkait bersama aparat penegak hukum harus terlebih dahulu melakukan identifikasi, terutama untuk mengecek adanya korban.

“Kalau untuk ambruk, langsung kami bangun enggak bisa. Kami harus identifikasi dulu apakah ada korbannya atau tidak. Misalnya kemarin ada korban, berarti harus ditangani dulu oleh kepolisian. Kalau sudah, baru kami bisa masuk lagi,” tutupnya.

Kronologi Ambruknya Ponpes Situbondo

Bangunan asrama putri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Syekh Abdul Qodir Jaelani, Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Situbondo, tiba-tiba ambruk. Peristiwa tersebut menewaskan seorang santriwati dan menyebabkan puluhan lainnya luka-luka.

Ketua PCNU Kabupaten Situbondo, Muhyiddin Khotib, menjelaskan bahwa kejadian terjadi sekitar pukul 00.30 WIB, Selasa malam, saat hujan deras disertai angin kencang. Ia menduga, kerusakan bangunan juga dipicu oleh seringnya gempa di wilayah tersebut.

”Atap asrama pesantren putri roboh dan menimpa 19 santri. Satu meninggal dunia, dua dirawat inap, dan lainnya luka ringan,” jelas Muhyiddin.

Ia menambahkan, tembok bangunan tidak ambruk, namun kuda-kuda atap miring dan genting jatuh menimpa para santriwati yang tengah beristirahat. Bangunan tersebut juga tergolong baru, berusia sekitar dua tahun setengah.

”Bangunan ini baru dua tahun empat bulan, tetapi terkena dampak gempa kedua pada 10 Oktober 2025. Saya kira efeknya dari situ, hanya saja tidak dilakukan pemeriksaan. Saat kejadian, hujan dan angin memperparah kondisi,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, sejak gempa terakhir di Situbondo, pihaknya sudah mengantisipasi risiko dengan menyusun audit bangunan pesantren. “Tidak ada unsur kelalaian. Ini murni bencana,” tegasnya.

Muhyiddin juga mengimbau seluruh pondok pesantren untuk melakukan pemeriksaan bangunan secara menyeluruh, bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten. “Pesantren yang bangunannya sudah tua atau bertingkat perlu diaudit,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Situbondo, Imam Turmudzi, mengatakan bahwa pihaknya bersama Kemenag, KUA, dan kepolisian telah meninjau langsung lokasi kejadian. ”Kami dari Kemenag begitu mendapat laporan langsung datang ke lokasi. Kepala Kemenag, Kepala KUA, dan Kapolres juga hadir. Kami menyampaikan duka cita mendalam karena ada santri yang meninggal dunia,” ucapnya, dengan nada sedih.

Menurut Turmudzi, korban meninggal dunia tidak mengalami luka berat, namun memiliki riwayat penyakit komorbid. “Korban baru pulang dari perawatan dan kembali ke pesantren sebelum kejadian,” jelasnya. (sic)