Naradaily-Polda Metro Jaya resmi menetapkan Roy Suryo dan sejumlah pihak lain sebagai tersangka kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terkait tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Penetapan ini dilakukan seusai penyidik melaksanakan gelar perkara yang melibatkan berbagai ahli dan unsur pengawas.

Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah melalui proses asistensi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap ratusan saksi serta ahli lintas bidang. “Penetapan ini dilakukan setelah melalui gelar perkara yang melibatkan para ahli dan pengawas, baik dari internal maupun eksternal kepolisian,” ujar Asep dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/11/2025).

Dalam proses penyidikan, polisi telah memeriksa 152 saksi dan ahli, serta menyita 723 barang bukti, termasuk dokumen asli ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM) milik Jokowi. Dokumen tersebut dikonfirmasi keasliannya oleh pihak UGM dan diperkuat oleh hasil pemeriksaan Puslabfor Polri melalui uji analog dan digital.

Menurut Asep, ahli yang dilibatkan mencakup ahli pidana, ITE, bahasa, sosiologi hukum, komunikasi sosial, psikologi massa, serta praktisi digital forensik dari berbagai lembaga, termasuk Dewan Pers, Komisi Informasi Pusat, dan Kemenkumham. “Penyidik memastikan seluruh proses dilakukan objektif dan transparan dengan pengawasan dari Itwasda, Wasidik, Propam, dan Bidkum Polda Metro Jaya,” jelasnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, polisi menyimpulkan Roy Suryo dan sejumlah pihak lainnya telah menyebarkan tuduhan palsu dengan memanipulasi data digital ijazah Jokowi menggunakan metode yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik. “Bukti menunjukkan telah terjadi manipulasi digital terhadap dokumen ijazah menggunakan analisis tidak ilmiah,” tegasnya.

Penyidik kini akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Jakarta untuk melanjutkan proses hukum terhadap para tersangka. Sebelumnya, Jokowi sendiri sempat melapor langsung ke Polda Metro Jaya pada April 2025 terkait tudingan ijazah palsu yang mencuat di media sosial.

Ia menyebut langkah hukum itu perlu dilakukan agar publik mendapat kejelasan dan tidak terjebak disinformasi. (sic)