Naradaily-Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terkait rencana keikutsertaan atlet Israel dalam ajang World Artistic Gymnastics Championships 2025 yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada Oktober ini. Menurutnya, izin bagi atlet Israel untuk bertanding di tanah air tidak hanya berpotensi menimbulkan polemik publik, tetapi juga mencederai amanat konstitusi yang menolak segala bentuk penjajahan.

“Pemerintah harus menunjukkan sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, berpihak pada kemanusiaan, dan sesuai amanat konstitusi. Jangan sampai kita kebobolan lagi soal keikutsertaan Israel dalam ajang olahraga internasional,” ujar Sukamta dalam keterangan di Jakarta, Rabu (8/10/2025).

Sebagai anggota Komisi I DPR yang membidangi hubungan luar negeri, Sukamta menegaskan bahwa sejak awal kemerdekaan Indonesia telah konsisten menolak penjajahan dan mendukung kemerdekaan Palestina. Hal ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Konsistensi sikap itu juga tercermin dalam sejarah. Pada 1958, Indonesia memilih mundur dari babak kualifikasi Piala Dunia agar tidak bertanding melawan Israel. Kemudian, pada Asian Games 1962, Indonesia menolak memberikan visa kepada delegasi Israel dan Taiwan (ROC), meski keputusan tersebut menimbulkan ketegangan internasional.

Sikap serupa juga muncul di era modern. Pada Maret 2023, FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 setelah muncul penolakan publik terhadap kehadiran tim nasional Israel. “Dari dulu sampai sekarang, posisi Indonesia jelas menolak penjajahan dan mendukung kemerdekaan Palestina. Karena itu, pemerintah harus hati-hati agar jangan sampai sikap lunak terhadap Israel dianggap sebagai perubahan arah moral bangsa,” kata Sukamta.

Ia menambahkan, kondisi kemanusiaan di Gaza saat ini sangat memprihatinkan. Berdasarkan laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN OCHA) dan Kementerian Kesehatan Gaza, hingga 1 Oktober 2025 tercatat sebanyak 66.148 warga Palestina tewas sejak agresi militer Israel pada Oktober 2023, mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.

“Dalam situasi genosida seperti ini, justru tidak pantas jika Indonesia menggelar kompetisi yang mengikutsertakan atlet Israel. Dunia bisa menilai kita tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat Palestina,” ucapnya.

Sukamta juga menegaskan agar pemerintah tidak memberikan perlakuan istimewa kepada Israel dalam bentuk apa pun, termasuk visa, penggunaan simbol negara, maupun fasilitas keamanan. Menurutnya, prinsip moral dan konstitusi harus menjadi pedoman utama di atas pertimbangan teknis.

“Jangan sampai Israel lagi-lagi menjadi ‘anak emas’ yang diberi kelonggaran. Pemerintah tidak boleh mengorbankan prinsip demi tekanan internasional atau alasan teknis penyelenggaraan,” tegasnya.

Ia menilai ketegasan sikap Indonesia justru akan memperkuat posisi bangsa di dunia internasional sebagai negara yang konsisten memperjuangkan keadilan global. “Dukungan Indonesia kepada Palestina bukan sekadar simbol politik, melainkan bagian dari jati diri bangsa dan amanat konstitusi. Di forum apa pun, termasuk olahraga, Indonesia seharusnya tetap berpihak pada kemerdekaan dan kemanusiaan,” tutup Sukamta. (kom)