Naradaily-Pakar ekonomi Universitas Jember (Unej) Hadi Paramu Ph.D menilai bahwa kebijakan terobosan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merupakan langkah penting dan proaktif dalam menggerakkan ekonomi nasional. Namun, menurutnya, keberhasilan kebijakan tersebut bergantung pada kesiapan perbankan serta kelayakan proyek yang akan dibiayai.
“Ide-ide kebijakan fiskal terbaru menunjukkan pola pikir manajemen ekonomi yang proaktif, tetapi implementasinya menuntut kesiapan aktor keuangan dan analisis mendalam,” kata Hadi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jember, Jawa Timur, Minggu (12/10/2025).
Dosen ahli manajemen keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unej itu menjelaskan bahwa kebijakan Purbaya yang menitikberatkan pada pemanfaatan idle capacity, khususnya idle cash, merupakan langkah strategis untuk mendorong aktivitas ekonomi domestik. “Secara bisnis hal itu menarik karena over-liquidity tidak baik, namun kekurangan likuiditas juga berbahaya. Yang diperlukan adalah keseimbangan,” ujarnya.
Hadi menambahkan, fokus pada pemanfaatan sumber daya yang menganggur harus disertai kesiapan lembaga keuangan dalam menyalurkan dana secara tepat sasaran. “Ide bagus saja tidak cukup; setelah dana digelontorkan, perbankan punya tugas besar untuk menyalurkannya dengan tepat,” tuturnya.
Ia mengingatkan bahwa dana yang digulirkan pemerintah bukanlah dana gratis, melainkan memiliki konsekuensi biaya yang harus dibayarkan ke negara. “Menteri Purbaya menyampaikan bahwa dana itu ada biayanya sekitar 4 persen. Jika tidak terserap atau disalahgunakan, ada beban yang harus ditanggung,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hadi menyoroti pentingnya mekanisme insentif dan sanksi agar perbankan lebih bertanggung jawab. Menurutnya, meski kebijakan ini membuka peluang besar untuk menggerakkan ekonomi, ada risiko jika penyaluran tidak disertai pengawasan ketat. “Bayangkan ada kucuran dana segar Rp200 triliun di satu wilayah, idealnya ekonomi akan bergerak. Namun dampaknya tidak selalu instan dan butuh proses transformasi jangka menengah hingga panjang,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa dari sisi pelaku usaha, ekspansi ekonomi bukan hanya soal ketersediaan dana, tetapi juga prospek pasar dan kajian kelayakan proyek. “Perusahaan harus melihat peluang terlebih dahulu. Tidak cukup hanya memberi fasilitas baru lalu dana tersedot tanpa analisis yang matang,” kata Hadi.
Menurutnya, keseimbangan antara sisi penawaran dan permintaan menjadi faktor penting. Jika permintaan proyek belum yakin terhadap prospek pasar, maka dana murah sekalipun belum tentu terserap optimal. Karena itu, ia menegaskan perlunya analisis yang mendalam sebelum kebijakan dijalankan.
Hadi menutup dengan pandangan bahwa terobosan fiskal ini layak diapresiasi sebagai stimulus ekonomi, namun efektivitasnya sangat bergantung pada tata kelola, kapasitas penyalur, dan kesiapan pelaku usaha. “Langkah ini menarik dan berpotensi memicu pertumbuhan, tetapi harus diikuti dengan monitoring ketat, evaluasi, dan kolaborasi antara pemerintah, perbankan, serta sektor swasta agar tujuan pemulihan dan transformasi ekonomi benar-benar tercapai,” katanya. (kom)