NARADAILY-Digelar hari ini, sidang praperadilan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim. Sidang tersebut dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (3/10/2025).
Upaya tersebut dilakukan, usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi proyek laptop chromebook. ”Jumat, 3 Oktober 2025. Agenda sidang pertama,” bunyi keterangan pada sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Jaksel, dikutip Jumat (3/10/2025).
Sidang diagendakan berlangsung di ruang sidang utama PN Jaksel pukul 13.00 WIB. Praperadilan tersebut berkaitan dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka. Permohonan praperadilan ini terdaftar dengan Nomor 119/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL dengan termohon Kejaksaan Agung RI cq Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Kejagung Dipastikan Hadiri Sidang
Diberitakan sebelumnya, Kejagung selaku termohon memastikan akan menghadiri sidang praperadilan hari ini. Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna menekankan, penyidik Jampidsus Kejagung telah menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada pihak Nadiem.
Hal ini sebagai respons terkait kubu Nadiem yang sempat mengklaim belum menerima SPDP. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah siap menghadapi sidang gugatan praperadilan yang diajukan oleh Nadiem Makarim, tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2022.
”Insya-Allah siap hadir,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, dikutip Jumat (3/10/2025). Terkait argumen pihak Nadiem yang mengatakan penetapan mantan Mendikbudristek itu tidak sah lantaran tidak pernah diterbitkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), Anang pun buka suara.
”SPDP sudah diberi. Selama ini SPDP, ‘kan, tidak ada kewajibannya. Kewajiban SPDP, ‘kan, diberikan kepada penuntut umum,” ucapnya.
Kuasa Hukum Nadiem Makarim, Dodi S Abdulkadir mengatakan, terdapat tujuh alasan yang membuat penetapan tersangka terhadap kliennya itu tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. Pertama, penetapan tersangka tidak disertai hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang bersifat nyata (actual loss) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kedua, BPKP dan Inspektorat telah melakukan audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2020-2022, dimana tidak ada indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum oleh Nadiem. Hasil itu diperkuat dengan Laporan Keuangan Kemendikbudristek 2019-2022 yang memberikan status/opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Ketiga, penetapan tersangka Nadiem cacat hukum karena dilakukan tanpa minimal dua bukti permulaan yang disertai pemeriksaan calon tersangka sebagaimana disyaratkan Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014. Keempat, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan dan/atau Nadiem hingga saat ini tidak pernah menerimanya.
Hal tersebut melanggar Pasal 109 KUHAP jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 menghilangkan fungsi pengawasan penuntut umum, dan membuka peluang penyidikan sewenang-wenang. Kelima, Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022 yang dijadikan dasar penetapan tersangka Nadiem sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 bukan nomenklatur resmi dan tidak pernah ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 maupun kebijakan resmi Kemendikbudristek.
Keenam, pencantuman status Nadiem dalam surat penetapan tersangka sebagai karyawan swasta tidak tepat dan tidak jelas. Nadiem pada 2019-2024 menjabat selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) sesuai KTP sebagai anggota kabinet kementerian.
Ketujuh, Nadiem memiliki identitas dan domisili jelas dan selama ini berlaku kooperatif serta telah dicekal sehingga tidak mungkin melarikan diri. Nadiem juga sudah tidak lagi menjabat sebagai menteri sehingga tidak memiliki akses maupun menghilangkan barang bukti.
Kronologi Kasus
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan lima orang tersangka, yakni mantan direktur SMP Kemendikbudristek Mulyatsyah, mantan direktur sekolah dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih, konsultan teknologi di Kemendikbudristek Ibrahim Arief, mantan staf khusus mendikbudristek, Jurist Tan (saat ini masih di luar negeri), dan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo menyampaikan, mulanya pada Februari 2020, Nadiem selaku menteri bertemu dengan pihak Google Indonesia. Tujuan pertemuan ini untuk membicarakan produk Google yakni program Google for Education yang menggunakan laptop chromebook.
Laptop ini disebut bisa digunakan oleh kementerian, khususnya untuk peserta didik. “Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan Nadiem dengan pihak Google, telah disepakati bahwa produk dari Google yaitu ChromeOS dan Chrome Device Management atau CDM akan dibuat proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi atau TIK,” kata Nurcahyo di Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Nurcahyo mengatakan, dalam mewujudkan kesepakatan antara Nadiem dengan Google Indonesia, mantan bos Gojek itu mengundang jajarannya antara lain Dirjen PAUD Kemendikdasmen berinisial H, Kepala Balitbang Kemendikbudristek dengan inisial T, serta staf khusus menteri, JT dan FH. Mereka melakukan rapat tertutup via Zoom dan diwajibkan memakai headset.
”Melakukan rapat tertutup via Zoom meeting dan mewajibkan peserta menggunakan headset atau alat sejenisnya yang membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK yaitu menggunakan chromebook, sebagaimana perintah dari NAM. Sedangkan saat itu pengadaan alat TIK ini belum dimulai,” ungkap Nurcahyo.
Nadiem lalu disebut merespons surat Google. Inti surat tersebut yakni untuk ikut partisipasi dalam pengadaan di Kemendikbudristek. Padahal, surat tersebut tak direspons oleh menteri sebelumnya mengingat chromebook dinilai gagal.
“Untuk meloloskan chromebook produk Google, Kemendikbud sekitar tahun 2020, NAM selaku menteri menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud. Padahal sebelumnya, surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya yaitu ME yang tidak merespons karena uji coba pengadaan chromebook tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar, tertinggal, terdalam 3T,” tutur Nurcahyo.
Kejagung mengendus dugaan kerugian negara yang timbul akibat korupsi pada proyek laptop chromebook di Kemendikbusristek sekitar Rp 1,98 triliun. Nurcahyo menyebut penghitungan lebih lanjut untuk memperoleh angka pasti dari kerugian dalam kasus ini masih dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (sic)