Naradaily–Lawyer Didi Irawadi menyoroti fenomena penggunaan sirene, strobo, dan suara bising “nguing-nguing” yang dipakai semaunya oleh oknum pejabat, aparat, hingga sipil. Ia menyebut perilaku arogan di jalan raya itu membuat masyarakat muak.

“Fenomena yang bikin muak di jalan raya: sirene, strobo, dan nguing-nguing dipakai semaunya. Oknum pejabat, aparat, bahkan sipil yang merasa lebih penting dari semesta melaju arogan, memaksa orang lain minggir, sabar, dan menelan amarah,” ujarnya.

Didi menegaskan, penggunaan sirene hanya pantas untuk kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran, dan rombongan tugas negara. “Padahal aturan lalu lintas berlaku untuk semua. Justru pejabatlah yang seharusnya jadi teladan, bukan malah jadi pelanggar paling lantang,” katanya.

Ia menilai ironi terjadi ketika mobil dinas dengan sirene kerap digunakan bukan untuk kepentingan darurat, melainkan sekadar pergi ke restoran atau piknik bersama keluarga. Hal inilah yang memicu rakyat melawan dengan satire.

Gerakan “Stop Tot Tot Wut Wut” pun viral di media sosial, dari poster digital, stiker sindiran, hingga komentar pedas. Salah satu yang ramai berbunyi: “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”

Menurut Didi, sirene bukanlah simbol wibawa atau gengsi. “Makin keras bunyinya, makin tipis wibawanya. Hormat lahir dari keteladanan, bukan dari bisingnya raungan sirene,” tegasnya.

Ia menambahkan, jika semua orang ikut-ikutan memakai sirene, jalan raya akan berubah menjadi “orkestra kegilaan”. “Itu bukan modern, itu konyol. Karena itu, hentikan arogansi: tertib itu mulia, arogan itu memalukan,” tutupnya. (kom)